Jumat, 19 Maret 2010

Lanjutan chapter 1

Malam harinya, suatu kejadian terjadi. Kejadian yang akan merubah hidup Ariel untuk selamanya.

Seusai makan malam, Ariel belajar di kamarnya, sedangkan ayah ibunya berbincang-bincang di dekat perapian.

“ Ariel.. Ayah dan Ibu tidur duluan ya..” teriak John dari bawah. “ Hah ?” tanya Ariel heran dengan suara setengah berbisik, lalu melirik jam kecil di sudut meja. Jam kecil berbentuk kotak berwarna pink yang manis. Jarumnya masih menunjukkan pukul 20.00

Mata Ariel menyudut ke atas, berusaha mengingat-ingat hari kemarin. “ Rasanya mereka tidak pernah tidur secepat ini.. Kenapa sekarang tidur cepat ya ?” tanya Ariel sambil menggosok dagunya dengan telunjuk dan ibu jarinya seolah mengelus jenggot.

Waktu berjalan cepat hingga menunjukkan pukul 22.00 . Biasanya Ariel sudah tidur saat ini, namun entah kenapa matanya tak merasakan kantuk sedikitpun.

Ariel merasa bosan berguling-guling di tempat tidur terus. Akhirnya dia memutuskan sesuatu. Sesuatu yang akan merubah hidupnya.

(* * *)

“ Krieet..” suara pintu yang dibuka oleh Ariel dari dalam.

Ariel mengeluarkan kepalanya keluar pintu, lalu melihat kiri dan kanan. Memastikan ayah dan ibunya takkan tterbangun.

Setelah memastikan keadaan aman, Ariel mulai melangkahkan kakinya keluar pintu lalu menutupnya kembali, lalu menuruni tangga dengan mengendap-endap.

Ruang keluarga tampak gelap gulita, perapian di depan telah dipadamkan. Sofa-sofa tampak seperti batu-batu besar di kegelapan yang pekat. Ariel berjalan pelan, memastikan dirinya tak menabrak apapun.

Dan akhirnya Ariel sampai di depan pintu. Pintu kayu berwarna merah dengan kenop pintu berwarna perak. Pintu itu terasa lebih besar ketika malam, dan lebih dingin. Ini pertama kalinya Ariel memperhatikan pintu yang ia lewati tiap hari.

Perlahan Ariel memutar kenop pintu yang terasa dingin, seolah mencegahnya keluar. Jantung Ariel berdegup kencang, penasaran dengan apa yang akan ia lihat.

Ariel lalu mendorong pintu itu agar terbuka, dan Ariel mulai melangkahkan kaki kecilnya ke tanah desa yang dingin. Angin berhembus cukup kencang untuk membuat Ariel yang hanya berpiyama menggigil.

Ariel lalu menutup pintu rumahnya dan menatap sekeliling. Seisi desa terasa sepi, berbeda dengan siang hari. Tanah masih teras dingin karena salju yang mencair tadi siang. Rumah-rumah tampak seperti bayangan hitam besar karena semua lampu padam. Angin yang berhembus membuat sebuah pohon Oak bergelayut dan tampak bergerak.

Ariel membungkus tubuhnya dengan tangan agar angin tak terlalu membuatnya kedingingan. Sudah terlambat bagi Ariel untuk mengambil jaket. Dia sudah terlanjur keluar.

Hatinya membuat kakinya melangkah bebas di tengah desa yang seolah mati. Matanya tampak berkilau seiring bintang yang terpantul di matanya yang hitam. Rambut merahnya seperti api yang berkobar saat ia melangkah cepat.

Hatinya membawanya berhenti di depan sekolahnya yang tampak mengerikan di malam hari. Pohon-pohon ceri di kiri halaman tampak berayun-ayun ditiup angin. Papan nama berderit liar. Ayunan di kanan halaman tampak seperti ada yang memainkan. Jendela-jendela tampak hitam pekat. Tembok yang biasanya berwarna-warni bergambar bunga-bunga kini tak tampak. Begitu gelap untuk melihat apa yang ada disana.

Jantung Ariel berdegup semakin liar. Wajahnya menyeringai senang seakan itulah dunianya. Dan hatinya membawanya melangkah lagi.

Tergoda dengan kegelapan yang lebih pekat, Ariel berjalan cepat menuju bukit di utara yang ada hutannya. Tangan mungilnya masih membungkus tubuhnya.

(* * *)

Pohon-pohon Pinus tampak seperti gembira menyambut kedatangan Ariel. Semua bergelayut searah tiupan angin. Menggoda Ariel untuk melangkah lebih jauh melewati pohon demi pohon.

Tanah masih terasa dingin, tak seperti hati Ariel yang berkobar saat itu. Entah apa yang akan ia temukan di puncak bukit. Namun Ariel tetap berjalan.

Sampai akhirnya dia berhenti. Ekspresinya tampak seperti terkejut bercampur takjub. Sebuah sinar biru terlihat menyala terang di depannya.

Ariel lalu mangambil langkah dan bersembunyi di balik pohon, mengintip apa yang terjadi di tanah berumput di puncak bukit.

Kaum Talkless membuat sebuah lingkaran yang besar disana, mereka saling berpegangan tangan dan dari tangan mereka sesekali terpercik sekilatan cahaya biru terang.

Angin mulai berhembus kencang dari belakang Ariel. Dan Ariel terpana saat menyadari pohon-pohon Pinus melengkung kearah lingkaran Talkless. Lingkaran Talkless seolah menyedot pohon-pohon Pinus tersebut.

Namun yang terdengar hanyalah suara angin dan suara daun pohon Pinus yang saling bergesekan. Dan kilatan cahaya di tangan para Talkless semakin terang. Lalu cahaya itu merambat dari tangan mereka lalu naik ke lengan bajumereka, membuat jubah mereka yang berwarna cokelat menjadi biru terang. Jubah mereka berkibar keras dan cahaya biru itu merambat ke sekujur pakaian mereka.

Lalu cahaya biru itu seolah meledak dari tiap-tiap Talkless.

Angin yang awalnya berhembus menuju Talkless kini berbalik secara tiba-tiba, menjauhi lingkaran Talkless. Diikuti cahaya biru yang seolah menyapu tiap benda yang dilewatinya, termasuk Ariel.

Ariel langsung berlari, menjauhi cahaya itu. Wajahnya terlihat pucat, keringat dingin menetes dari tiap inci wajahnya. Entah kenapa ia merasa takut dengan cahaya itu.

Namun sebuah akar yang menyembul dari tanah membuat Ariel tersandung dan jatuh. Ariel berbalik dan menatap cahaya itu mendekati dirinya.

Ariel melindungi dirinya dengan tangan mungilnya. Namun itu tak mengalahkan cahaya yang menyapunya.

“ Aaah.. !” pekik Ariel memejamkan matanya.

(* * *)

Ariel membuka matanya, semua tampak normal. Lalu ia melihat tubuhnya, namun tak ada yang berubah. Ariel pun menarik nafas lega. Lalu ia bangun dan berjalan lagi kearah Talkless.

Ariel kembali mengintip dan ingin tahu apa yang akan dilakukan Talkless. Namun Ariel sangat terkejut ketika melihat semua Talkless menoleh ke arahnya. Wajah-wajah mereka yang tertutupi kerudung terasa mencekam.

Ariel merasa lebih takut daripada tadi, lebih takut daripada sebelumnya, dan lebih takut dari semua hal yang ia takuti. Ini adalah saat dimana ia merasa paling takut seumur hidupnya. Badannya kaku, keringat dingin mengucur deras. Ada perasaan ingin lari di hatinya, namun kakinya seolah membeku, tak bisa digerakkan. Ingin ia berteriak, namun seolah ada tangan yang mencekik lehernya, membuatnya susah bernafas.

Tiba-tiba sesuatu merasuki pikirannya, sebuah siluet sepasang mata merah yang menyala terang dan kelihatan marah.

“ Si.. Siapa kau ?” tanya Ariel.

Tiba-tiba sebuah suara terdengar, bukan terdengar di telinga Ariel,menandakan bahwa suara itu tak berasal dari luar. Namun suara itu seakan berasal dari dalam diri Ariel.

“ Tak penting siapa aku, tapi kau ! kau telah melihat apa yang seharusnya tak kau lihat ! “ suara itu terdengar seperti seorang laki-laki yang sedang marah. Suaranya menggelegar di pikiran Ariel, membuat kepalanya sakit.

Sambil memegang kepalanya, Ariel bertanya, “ Aku sudah melihat apa ? “

Suara itu kembali menggelegar, seperti petir yang menyambar. “ Kau tak perlu tahu ! Namun kau harus mempertanggung jawabkan apa yang telah kau lihat. Kau harus menjadi bagian dari kami, para Talkless. Dan suaramu akan menghilang seiring waktu. “

“Tidaaaak..! Tidak mungkin…! “ elak Ariel.

“ Suaramu akan kami ambil. “ kata suara itu lagi.

“ Tidaaaaaak…..” teriak Ariel. Namun entah kenapa tenaga di tiap otonya seolah menghilang, matanya terasa berat, dan mata merah itu terbayang seperti sebuah api yang membara. Kesadaran Ariel pun menghilang, semua tampak kabur dan menghilang.

(* * *)

Chapter 1 : Kedatangan Mereka

~FIN

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda